Ketika Suami Istri Menemukan Surga dalam Perjalanan Umroh Plus Dubai

Mico Kelana
6 Min Read

Angin hangat menyapa wajah mereka saat pesawat mulai mendarat di Bandara Internasional Dubai. Dari jendela, terlihat gemerlap cahaya kota yang tak pernah tidur.
Pak Amir menggenggam tangan istrinya, Bu Rani, dengan lembut. Tatapannya penuh makna. “Akhirnya, kita sampai juga, ya…” katanya lirih.
Bu Rani tersenyum, matanya berkaca-kaca. Perjalanan Umroh Plus Dubai ini bukan hanya perjalanan fisik, tapi perjalanan hati—sebuah kisah cinta yang mencari ridha Allah سبحانه وتعالى.

Sudah lama mereka merencanakan keberangkatan ini. Sejak awal menikah 30 tahun lalu, keduanya selalu bermimpi bisa menunaikan umrah bersama. Tapi waktu, pekerjaan, dan tanggung jawab keluarga membuat niat itu selalu tertunda. Hingga akhirnya, di usia senja, Allah سبحانه وتعالى memberi mereka kesempatan indah ini.

Begitu menginjak tanah Dubai, suasananya langsung memukau. Kota ini seperti puisi modern—indah, anggun, dan berkilau di setiap sudutnya. Di balik kemegahan Burj Khalifa dan menara megah lainnya, keduanya sadar betul: semua ini hanyalah perhiasan dunia. “Lihat, Mir,” ucap Bu Rani sambil menunjuk langit senja di atas padang pasir. “Indah ya, tapi tak seindah ketika nanti kita menatap Ka’bah.”
Pak Amir hanya mengangguk, senyum kecil terlukis di wajahnya. Dalam hati, ia berbisik, ‘Benar, cinta dunia tak akan pernah bisa menandingi cinta kepada Sang Pencipta.’

City tour hari pertama terasa seperti film dokumenter yang berjalan lembut. Mereka menyusuri Dubai Marina yang gemerlap, berfoto di depan Burj Al Arab, dan menikmati panorama Palm Jumeirah yang menakjubkan. Tapi yang paling berkesan bagi mereka bukanlah kemewahan, melainkan ketenangan yang hadir di sela perjalanan.
“Subhanallah, kota ini maju sekali,” ujar Pak Amir.
“Iya,” jawab Bu Rani, “tapi kemajuan yang paling indah itu kalau hati juga ikut tumbuh.”

Malam tiba, dan mereka bersiap menuju Desert Safari—petualangan yang ternyata lebih spiritual dari yang mereka kira.
Mobil mereka menembus padang pasir, diiringi matahari yang perlahan tenggelam. Di tengah hamparan pasir keemasan, mereka turun, berdiri berdua memandangi langit. Tak ada suara selain desiran angin.
“Mir, lihat langit itu,” ucap Bu Rani, suaranya bergetar. “Dulu kita sibuk kejar dunia, tapi sekarang aku cuma ingin kejar surga.”
Pak Amir menatapnya, matanya lembut. “Aku juga, Ran. Dan semoga langkah kita kali ini benar-benar menuju ke sana.”

Malam itu di gurun, keduanya shalat di bawah langit terbuka. Angin gurun lembut menyentuh wajah, sementara pasir di bawah sajadah terasa dingin. Tak ada dinding, tak ada atap, hanya mereka dan Sang Pencipta. Dalam sujud yang panjang, air mata jatuh tanpa mereka sadari. Gurun itu menjadi saksi bisu, bagaimana cinta manusia bisa tumbuh menjadi cinta Ilahi.

Beberapa hari kemudian, perjalanan Umroh Plus Dubai Januari 2026 berlanjut menuju Makkah Al-Mukarramah. Saat pesawat lepas landas dari Dubai, Bu Rani menggenggam erat tangan suaminya. “Akhirnya, kita akan sampai juga ke rumah Allah,” katanya pelan.
Pak Amir menatap istrinya dengan mata yang mulai berkaca. “Kita sudah menunggu puluhan tahun. Sekarang, waktunya pulang.”

Ketika bus jamaah memasuki wilayah Makkah, suasana mendadak hening. Tak ada yang berbicara. Semua menunduk, air mata mulai mengalir. Begitu Ka’bah terlihat dari kejauhan, tubuh mereka bergetar. Seumur hidup, mereka hanya melihatnya dari televisi. Kini, mereka berdiri di hadapan rumah Allah, nyata dan megah di depan mata.

Di Masjidil Haram, Bu Rani menatap Ka’bah lama sekali. “Mir,” katanya dengan suara gemetar, “inilah hadiah terbesar dalam hidup kita.”
Pak Amir tersenyum sambil mengusap air matanya. “Iya, Ran. Kita datang sebagai dua orang tua yang banyak salah, tapi semoga pulang sebagai hamba yang diampuni.”

Setiap langkah thawaf mereka penuh makna. Setiap doa terasa seperti potongan kisah cinta yang mereka tulis ulang di hadapan Allah سبحانه وتعالى. Di antara lautan manusia, mereka saling berpegangan tangan, berjalan perlahan, seirama, sejiwa.
Ketika sujud di depan Ka’bah, waktu seakan berhenti. Dunia di luar tak lagi penting. Yang tersisa hanyalah kedamaian yang begitu dalam—seolah Allah سبحانه وتعالى sedang memeluk hati mereka dengan kasih-Nya yang luas.

Setelah umrah selesai, mereka duduk berdua di pelataran masjid, memandangi langit malam yang bertabur bintang.
“Ran,” kata Pak Amir pelan, “aku sadar, selama ini kita terlalu sibuk membangun rumah di dunia. Tapi hari ini aku ingin membangun rumah di akhirat, bersamamu.”
Bu Rani tersenyum lembut, air matanya kembali menetes. “Amin, Mir. Semoga Allah سبحانه وتعالى mempertemukan kita lagi di tempat yang lebih indah dari ini.”

Perjalanan mereka pun berakhir, tapi kisah cintanya tidak. Karena cinta sejati bukan tentang berapa lama bersama, melainkan tentang ke mana cinta itu berlabuh. Dan mereka berdua sudah menemukannya—di depan Ka’bah, dalam sujud yang tak berkesudahan.

Umroh Plus Dubai bukan sekadar perjalanan ibadah, tapi kisah spiritual tentang cinta yang menemukan arah. Dari gurun pasir hingga Tanah Suci, dari dunia menuju akhirat.
Dan di setiap detiknya, cinta itu berbisik lembut:
“Kita tidak sedang pergi jauh, kita hanya sedang pulang… kepada-Nya.”

Follow:
Halo saya Mico Kelana, pemerhati teknologi yang saat ini aktif di kelanaharamain.id, pusathajiumroh.id, pusatumroh.id dan hajifuroda.id
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *