Dari Ka’bah ke Masjidil Aqsho: Perjalanan Spiritual Seorang Muslimah

Mico Kelana
6 Min Read

Awal Perjalanan: Niat yang Menggetarkan Hati

Dari Pusat Umroh, keberangkatan pagi itu terasa berbeda. Di antara jemaah yang berangkat, ada seorang ibu bernama Siti (49 tahun) yang sejak lama memendam impian menapaki Tanah Para Nabi. “Bukan sekadar ibadah,” katanya pelan, “aku ingin menyentuh sejarah Islam dengan mataku sendiri.” Bersama rombongan, Siti berangkat menunaikan Umroh plus Aqsho, perjalanan yang tidak hanya menyentuh raga, tapi juga menggugah jiwa.

Di bandara, tatapan matanya penuh harap. Ia bukan hanya ingin melihat Ka’bah, tapi juga ingin menjejak tempat Rasulullah ﷺ menapaki perjalanan Isra’ Mi’raj. “Ini bukan sekadar liburan rohani,” katanya, “ini perjalanan pulang ke hati.”

Makkah dan Madinah: Langkah Pertama Menyucikan Diri

Setibanya di Makkah, Siti tak kuasa menahan air mata. Dari kejauhan, Ka’bah berdiri gagah, menyambut dengan keagungan yang tak bisa dijelaskan kata-kata. Ia thawaf tujuh kali, setiap langkahnya dipenuhi doa, setiap hembusan napasnya adalah syukur. Malam itu, ia duduk lama di depan Ka’bah, merasakan ketenangan yang sulit dijelaskan.

Beberapa hari kemudian, perjalanan berlanjut ke Madinah. Di Masjid Nabawi, ia berziarah ke makam Rasulullah ﷺ. “Assalamu’alaika ya Rasulullah,” bisiknya dengan suara bergetar. Hatinya seakan berhenti berdetak. Ia menangis lama di Raudhah — taman surga di dunia — memohon agar Allah سبحانه وتعالى memberinya kekuatan untuk melanjutkan perjalanan panjang dalam paket Umroh plus Aqsho ini.

Jordan: Langit Merah Petra dan Doa yang Tak Terucap

Setelah menyelesaikan ibadah umroh, rombongan Pusat Umroh terbang menuju Amman, Jordan. Dari sana, perjalanan darat menuju Petra pun dimulai. Gurun pasir membentang, menampakkan pemandangan yang terasa seperti halaman kitab sejarah yang hidup.

Ketika sampai di Petra, Siti tertegun. Dinding batu berwarna merah muda menjulang tinggi, membentuk celah sempit yang menuntun ke bangunan megah Al-Khazneh. Di sanalah ia menatap ke langit, mengingat firman Allah tentang kaum-kaum terdahulu yang dibinasakan karena kesombongan.

“Begitu indah, tapi mereka hilang tanpa iman,” katanya lirih. Siti berjalan pelan, setiap langkahnya terasa penuh hikmah. Di dalam hatinya ia berjanji, akan membawa makna perjalanan ini pulang ke rumah — agar anak-anaknya tahu, dunia ini hanya sementara, sedangkan keabadian ada pada iman dan amal.

Keesokan harinya, rombongan bergerak ke perbatasan Allenby Bridge untuk memasuki Palestina. Meski perjalanan melelahkan, semangat mereka tak padam. Dari jendela bus, Siti melihat padang luas dengan latar pegunungan batu. “Inikah tanah yang diberkahi itu?” gumamnya sambil menatap takjub.

Setibanya di Yerusalem, suasana berubah haru. Jalanan batu, tembok kuno, dan aroma sejarah menyambut dengan khidmat. Puncaknya, saat rombongan memasuki kompleks Masjidil Aqsho. Langkah Siti berhenti. Air matanya menetes deras. “Ya Allah… ini masjid tempat Rasul-Mu ﷺ melakukan Isra’ Mi’raj,” ucapnya pelan sambil menatap kubah keemasan yang memantulkan sinar matahari sore.

Di dalam masjid, ia sujud lama, menangis tanpa suara. Dalam doa, ia memohon kedamaian bagi Palestina dan keselamatan bagi umat Islam di seluruh dunia. Itulah momen yang paling berharga dalam seluruh rangkaian Umroh plus Aqsho.

City Tour Palestina: Napak Tilas Jejak Para Nabi

Hari berikutnya, rombongan Pusat Umroh melanjutkan perjalanan ke Hebron. Di kota ini, mereka berziarah ke makam Nabi Ibrahim عليه السلام, Sarah, dan anak cucunya. Di ruangan bersejarah itu, suasana begitu tenang. Siti berdoa lama di sana, membayangkan bagaimana teguhnya Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah سبحانه وتعالى.

Perjalanan berlanjut ke Betlehem, kota kelahiran Nabi Isa عليه السلام. Dari balik jendela bus, Siti menatap bukit-bukit batu yang terhampar luas. “Sungguh, setiap inci tanah ini memiliki cerita iman,” katanya dengan mata berbinar. Baginya, city tour ini bukan wisata biasa — melainkan pelajaran hidup yang nyata tentang kesabaran dan ketulusan para Nabi.

Refleksi: Perjalanan yang Mengubah Cara Pandang Hidup

Malam terakhir di Yerusalem menjadi waktu merenung. Dari balkon hotel, terlihat kubah emas Dome of the Rock berkilau di bawah langit malam. Siti menatapnya lama sambil berbisik, “Ya Allah, betapa kecilnya aku dibanding sejarah Islam yang begitu agung ini.”

Ia merasa perjalanan Umroh plus Aqsho telah mengubahnya. Jika dulu ia hanya memahami Islam dari buku, kini ia melihat dan merasakannya langsung di tanah yang menjadi saksi wahyu dan perjuangan. Ia kini mengerti, bahwa menjadi Muslim berarti menjaga iman di mana pun berada — seperti para Nabi yang tetap tegar meski diuji berkali-kali.

Kembali dengan Hati yang Penuh Syukur

Saat pesawat kembali menuju Tanah Air, Siti menatap langit biru dari jendela. Air matanya kembali mengalir. Ia teringat Ka’bah, Raudhah, Petra, dan Masjidil Aqsho. “Semua tempat itu meninggalkan bekas di hatiku,” ucapnya pelan.

Ia berjanji, perjalanan ini tidak akan berhenti di bandara — tapi akan terus hidup dalam amal, doa, dan ketulusan setiap hari. Bagi Siti dan ribuan jemaah lain, perjalanan bersama Pusat Umroh dalam program Umroh plus Aqsho bukan sekadar ibadah, tapi perjalanan menemukan kembali arti cinta kepada Allah سبحانه وتعالى dan jejak para Nabi yang menginspirasi hidup.

Follow:
Halo saya Mico Kelana, pemerhati teknologi yang saat ini aktif di kelanaharamain.id, pusathajiumroh.id, pusatumroh.id dan hajifuroda.id
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *